Kamis, 25 Oktober 2007

Lelaki Setengah Baya

Umurnya sudah hampir mencapai kepala lima, rambutnya sudah mulai memutih dimakan waktu, kulitnya yang gelap menandakan bahwa ia sering menantang matahari, otot-ototnya yang kekar pertanda bahwa ia adalah seorang pekerja keras.

mungkin ia tidak memikirkan kondisi tubuhnya demi mencari rezki untuk keluarga dan anak-anaknya, ia tidak memperdulikan panasnya matahari yang membakar tubuhnya hingga membuat kulitnya berubah warna. terkadang ia merasakan sakit dipunggungnya tetapi ia tetap saja melanjutkan pekerjaannya pikirnya anak-anakku harus tetap sekolah dan menjadi orang pintar, cukup aku saja yang bodoh tanpa ilmu dan pendidikan sehingga aku harus bekerja keras dan menantang matahari yang membakar kulit. biarkan anak-anakku merasakan betapa nikmatnya pendidikan yang akan mengantar mereka kekemakmuran.

harapan dan impiannya mungkin berbeda dengan orang-orang disekitarnya yang berpikir bahwa sekolah tidak ada gunanya hanya menghabiskan uang toh tanpa sekolahpun kita bisa bekerja dan menghasilkan uang. terkadang ia mendapatkan kata-kata yang hampir membuatnya putus asa bahwa seorang sarjanapun nantinya akan bertemu sawah-sawah dan sinar matahari jadi tidak ada gunanya. tapi ia tetap bersabar setidaknya ia bisa menyekolahkan anak-anaknya dan memiliki ilmu yang menjadi bekal anak-anaknya dimasa depan.

doa ia selalu panjatkan demi keberhasilan anak-anaknya dan berjuta pengharapan kelak anak-anaknya menjadi orang besar dan membuktikannya kepada orang-orang sekitarnya bahwa ia tidak salah memberikan pendidikan yang bermanfaat untuk anak-anaknya.

Minggu, 07 Oktober 2007

ipoel, pandank, ikrar, icchankamin

Ruang Hampa

Ruang Hampa

Disini hanya terlihat kegelapan
Tanpa cahaya yang menerangi
Aku hanya bisa merasakan
Tanpa melihat setiap sisi dan sudutnya

Debu tebal dan sarang laba-laba
Memenuhi setiap sudut-sudutnya
Nafas terasa sesak
Tanpa udara yang menemani

Begitu beratka beban yang aku pikul
Hingga aku tak berdaya menghadapinya

Tak jadi puisi

Tak jadi puisi (sebuah pengharapan yang terabaikan)

Bagaikan pena yang ku goreskan kemarin
Pada selembar kertas putih
Kutulis kata-kata yang indah
Membentuk sebuah cipta

Kepala memanas mencari sebuah kata
Garis-garis hitam memenuhi setiap kata
Lembar demi lembar terbuang
Dan akhirnya menjadi sobekan

Rabu, 26 September 2007

Selasa, 25 September 2007

kepergian..

Tubuhmu tertutup sutra
parasmu elok serupa senja
mukamu yang putih memerah
kini mendung. tak cerah

untuk sesaat kita bersua
merajut asa kita berdua
udara pagi menyambutmu riang
melihatmu begitu senang

kini engkau telah tiada
hilang, pergi ke dunia maya
begitu cepat kau pergi
tanpa pesan dan nasehat kami

Senin, 24 September 2007

SECERCAH HARAPAN

Secercah Harapan

Adzan maghrib telah dikumandangkan malam haripun tiba, suara-suara penyeru panggilan telah dikumandangkan, aku langkahkan kakiku dari sebuah gedung yang berada dalam lingkup unhas, gedung itu dinamakan PKM dimana para mahasiswa menempati gedung itu sebagai tempat aktifitas diluar dari kuliah, aku beranjak dari kursiku menuju suatu tempat yang tidak asing bagiku, dalam langkahku aku melihat saudara-saudara kita masih berkeliaran disekitar pkm dimana disana masih ada yang asik bermain basket sambil tertawa kegirangan, adapula yang masih asik memanjat wall dalam hatiku bertanya-tanya apakah saudara-saudara saya ini muslim atau bukan, tapi sudalah akupun juga bagian dari mereka jawabku dalam hati. Setelah sampai ditempat yang tidak asing bagiku itu dimana biasanya tempat itu saya pergunakan untuk mencuci muka atau sekedar menyiram kepala, tapi kali ini sangatlah berbeda saya menggunakannya sebagai tempat untuk mengambil air wudhu yang tidak biasanya aku lakukan, ditempat itu sudah banyak saudara-saudara kita yang mengantri, akhirnya tibah giliranku kucuci tanganku dengan bersih lalu kemudian kulanjutkan dengan mencuci mulutku dan seterusnya sebagaimana biasanya orang berwudhu.

Alhamdulillah kataku dalam hati rasa syukurku karena aku telah melakukan wudhu dimana biasanya aku tidak pernah melakukannya kecuali pada hari jumat dan hari-hari raya umat islam padahal aku sendiri adalah islam, aku kembali ke markas dimana kami menyebut tempat kami itu adalah markas, markas kami terletak di lantai 2 pkm tadi dalam perjalananku aku masih melihat saudara-saudara kita belum juga selesai dengan aktivitasnya padahal sudah masuk waktu shalat maghrib sesampai dimarkas aku langsung mencari sarungku, kebetulan aku punya sarung yang memang sapersiapkan untuk shalat jum’at.

Aku mulai melakukan shalat dengan berusaha berkonsentrasi dan betul-betul ingin menghadap kepadanya, tapi dalam shalatku aku selalu dihantui dengan pertanyaan-pertanyaan, apakah shalatku diterima dengan begitu banyak dosa yang telah saya perbuat serta menjauh darinya dan tidak melaksanakan kewajiban yang harus saya lakukan dan bahkan pernah saya memepertanyakan apakah tuhan itu ada ya allah sungguh berdosanya diriku. Setelah mengucapkan salam aku kemudian berdo’a, aku berdoa begitu lama meminta ampunan atas semua dosa-dosa yang telah saya perbuat.

Akupun selesai shalat alhamdulillah akhirnya aku telah shalat tapi aku masi diliputi pertanyaan-pertanyaan apakah shalat dan doa-doa yang sapanjatkan diterima oleh allah, aku keluar dari tempatku shalat, dalam sebuah ruangan dimana ruangan yang berukuran dua kali dua meter itu yang biasanya dijadikan tempat istirahat kami tapi kali ini aku pergunakan sebagai tempat shalat, aku tidak ingin teman-temanku tau kalau aku shalat pikiranku pasti temanku mengejekku kalau sampai mereka tahu, mata temanku melihatku keluar dari ruangan itu pasti mereka bertanya-tanya dengan sarung yang masih aku pakai belum aku lepas, pandang shalat ? mungkin mereka bertanya seperti itu tapi aku tak peduli yang jelas aku sudah berusaha untuk lebih baik dari sebelumnya, aku meninggalkan ruangan menuju kursi kayu yang ada didepan markas dan tidak lupa membawa rokok dan korek api yang memang jadi teman hidupku.Aku duduk diatas kursi yang modelnya sebetulnya seperti meja yang panjangnya sekitar dua meter dan diameternya sekitar 80 cm, aku sandarkan pundakku ditembok dan mulai mengambil sebatang rokok, mungkin sudah ritual bagi saya sebelum membakar rokok aku mainkan dulu rokok itu dijariku baru kemudian aku membakarnya. Aku hisap rokokku dan kemudian dalam setiap isapannya aku nikmati meskipun saya tahu bahwa merokok itu merusak kesehatan, aku melamun dengan begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku baik itu masalah kuliah masalah keuangan, perempuan dan pastinya masalah dosa-dosa yang pernah saya perbuat, tiba-tiba aku dikagetkan oleh pukulan seorang temanku yang wanita ya dia adalah salah satu teman baikku, dia membawakanku sebuah gelas yang berisi teh manis yang masih panas, diapun bertanya ‘’ kohabis shalat ?’’ aku jawab “iya” kemudian dia pergi mungkin dia senag melihat perubahan yang terjadi pada diriku, perubahan yang terjadi pada saya memang tidak lepas dari peranan teman-teman yang ada dimarkas dimana mereka tidak bosan-bosannya mengingatkan kami kalau kami ini adalah muslim yang harus menjalankan kewajiban kami sebagi seorang muslim. Tapi pertanyaannya apakah aku mampu merubah hidupku dengan begitu banyaknya godaan-godaan diZaman seperti sekarang ini dan aku yakin bahwa diluar sana masih banyak orang-orang sesat seperti saya yang lupa kewajiban mereka sebagai seorang muslim.Tapi yang jelasnya aku sudah berusaha untuk berubah.

Makassar, 15 agustus 2007